Genggaman Tangan Mario
Ini adalah sebuah tulisan yang buat untuk memenuhi salah satu tugas penulisan Jurnalisme Naratif dalam Narrative Journalism Tour 2022 yang diselenggarakan Yayasan Pantau di Kota Semarang.
LAMPU kuning menyala singkat sebelum berganti merah. Kendaraan, baik roda dua maupun empat, berhenti. Seorang badut dengan kostum Mario mendekati tiap kendaraan. Di tangannya, yang juga tertutup kostum, ada kotak yang sudah tak jelas lagi dari mana asalnya. Apakah bekas kemasan makanan, atau kardus barang lain, barangkali hanya si badut yang tahu.
Mario kini bergoyang, menggerakkan badan sekenanya. Tangan seorang dewasa keluar dari jendela mobil berwarna putih yang berhenti tepat di bawah lampu merah. Badut itu berhenti dan mendekati mobil itu. Lalu menundukkan badan, untuk memberi hormat kepada si empunya tangan. Selembar uang masuk ke dalam kotak.
Masih di jendela yang sama, satu tangan lain muncul. Kali ini tangan anak-anak yang masih mungil. Tidak ada uang di genggaman tangan itu. Hanya lambaian tak teratur. Si badut kini menegakkan badan. Kepala besar Mario bergoyang, diiringi dengan lambaian tangan yang lain. Kemudian, diraihnya tangan kecil dari jendela mobil tersebut. Mereka bersalaman.
Dari arah yang berbeda, tepat di seberang lampu merah, kendaraan terlihat mulai melambat. Samar-samar, halaman Pasar dan Terminal Bus Banyumanik terlihat. Dari celah antar kendaraan yang kian lebar, terlihat kerumunan pekerja yang masih lengkap dengan seragamnya. Pengendara motor yang berhenti dan sesekali membuka handphone menjadi kerumunan yang lain.
Kendaraan roda dua dari Jalan Karang Rejo Raya mulai malu-malu mendekati lampu merah. Tapi mobil putih dan si badut tak banyak bergerak. Ada dua tangan yang masih erat bersalaman, seperti enggak beranjak. Suara klakson tiba-tiba terdengar. Lampu sudah hijau.
Perlahan, si badut melepaskan genggamannya. Klakson masih bersahutan. Motor-motor sudah lebih percaya diri untuk jalan, belok kanan untuk sampai ke Tembalang. Kiri untuk menanjak ke Ungaran. Mobil putih dengan plat H mulai menutup jendelanya dan bergerak maju.
Si badut kembali merapat ke bahu jalan. Bersandar di salah satu pohon yang tidak terlalu rindang. Di luar kostum itu, dingin mengepung Semarang Atas sejak petang. Tapi entah hawa seperti apa yang dirasakan si badut. Yang jelas, beberapa puluh detik lagi, Mario akan kembali bergoyang.
ðŸ™